Inovasi Deteksi Dini Penyakit Cabai, Mahasiswa Rekayasa Pertanian ITB Juara I IIARC ITS
Oleh Helga Evangelina - Mahasiswa Rekayasa Pertanian, 2021
Editor M. Naufal Hafizh, S.S.

JATINANGOR, itb.ac.id - Tiga mahasiswa Rekayasa Pertanian ITB, Farrel Sajid Alfarez, Mohammad Rafi Bonardi, dan Andyta Ceria Putri Harahap meraih Juara 1 dalam Industrial Automation and Robotic Competition (IIARC) 2024 yang diselenggarakan oleh Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Kompetisi ini mengusung tema "Exploring the Advancement and Applications of Automation in Industrial Practices: Driving Innovation and Efficiency". Mereka yang tergabung dalam Tim CHILLYA! berkompetisi dalam subtema Autonomous Systems in Industrial Automation karena paling relevan dengan bidang keilmuan Rekayasa Pertanian.
Dalam kompetisi ini, CHILLYA! mengajukan inovasi di bidang agroindustri, khususnya untuk mendeteksi dini penyakit tanaman hortikultura. Mereka berfokus pada penyakit antraknosa yang menyerang tanaman cabai. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Colletotrichum dan dapat mengurangi produksi cabai hingga 75%.
Saat tanaman terserang penyakit, tanaman cabai akan mengeluarkan senyawa volatile organic compounds (VOC) sebagai respons pertahanan. Sebagai solusinya, CHILLYA! memanfaatkan electronic nose sensor (E-Nose) untuk mendeteksi senyawa VOC tersebut sehingga penyakit dapat dideteksi sebelum gejala terlihat.
Selain E-Nose, sistem mereka juga mengombinasikan sensor lingkungan dan deteksi berbasis citra untuk memodelkan penyebaran penyakit menggunakan kerangka susceptible-infected-recovered (SIR). Dengan demikian, deteksi dini ini memungkinkan intervensi yang lebih cepat, mengoptimalkan strategi pengendalian penyakit, serta mengurangi penggunaan pestisida kimia.

Inovasi ini berawal dari pengalaman tim sebagai mahasiswa Rekayasa Pertanian ITB yang sering belajar langsung di lapangan melalui kunjungan ke Desa Sukawangi, Sumedang—desa binaan SITH ITB yang menjadi salah satu sentra cabai di Jawa Barat. Dalam observasi mereka, setiap musim hujan, petani setempat kerap mengalami kerugian akibat serangan jamur yang sulit dikendalikan. CHILLYA! menyadari bahwa deteksi penyakit yang terlambat membuat pengendalian menjadi kurang efektif. Oleh karena itu, mereka mengembangkan sistem yang memungkinkan deteksi spora jamur sebelum masuk ke fase generatif, sehingga pengobatan dapat dilakukan lebih awal.
Menurut CHILLYA!, keunggulan utama dari inovasi mereka adalah kemampuannya menjawab permasalahan nyata yang dialami petani. Relevansi tinggi dengan dunia pertanian menjadi nilai tambah yang membedakan mereka dari peserta lain. Selain itu, mereka mempersiapkan presentasi dengan sangat matang sehingga konsep dan inovasi yang mereka presentasikan tersampaikan dengan jelas dan meyakinkan.
Inovasi ini sejalan dengan perkembangan pertanian 5.0, yang mengandalkan teknologi cerdas untuk meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan. Dengan adanya sistem deteksi dini ini, jumlah pestisida kimia yang digunakan dapat dikurangi, mendukung sistem pertanian organik, serta menghemat biaya tenaga kerja dalam perawatan tanaman.
Keberhasilan CHILLYA! dalam IIARC ITS 2024 tidak hanya membuktikan keunggulan inovasi mereka, tetapi juga memberikan solusi inovatif untuk pertanian Indonesia yang lebih maju, efisien, dan ramah lingkungan.
Reporter: Helga Evangelina (Rekayasa Pertanian, 2021)