Studi Strategis Lemhannas RI di ITB, Bahas Peran Perguruan Tinggi untuk Ketahanan Nasional

Oleh M. Naufal Hafizh, S.S.

Editor M. Naufal Hafizh, S.S.


BANDUNG, itb.ac.id - Institut Teknologi Bandung (ITB) menjadi perguruan tinggi yang dikunjungi Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) dalam pelaksanaan Studi Strategis Dalam Negeri (SSDN) Pendidikan Penyiapan dan Pemantapan Pimpinan Nasional (P4N) LXVIII TA 2025.

Sebanyak 27 peserta SSDN P4N LXVIII TA 2025 yang terdiri atas TNI, Polri, ASN, Non-ASN, serta peserta dari negara sahabat, yakni Yordania dan Timor Leste, melakukan diskusi di Rektorat ITB, Kamis (24/4/2025).

Rektor ITB, Prof. Dr. Ir. Tatacipta Dirgantara, M.T., mengatakan pernah menjadi peserta dalam program Lemhannas tersebut. Prof. Tata mengaku, dari program tersebut banyak hal yang dipelajari sehingga dapat memahami berbagai aspek ketahanan nasional.

Gubernur Lemhannas RI Dr. H. TB. Ace Hasan Syadzily, M.Si. dalam sambutan yang dibacakan Tenaga Ahli Pengkaji Bidang Kepemimpinan Lemhannas RI, Supriyatna, S.I.P., M.M., mengatakan, sebagai lembaga yang dikenal sebagai School of Geopolitics, Lemhannas mengajak peserta pendidikannya mengenal dan memahami geopolitik dan geosintetik yang memengaruhi kondisi global, regional, maupun nasional suatu bangsa. Untuk itulah para peserta diberikan program dalam bentuk SSDN, yang salah satu kegiatan utamanya berupa kunjungan studi strategis dengan cara melakukan orientasi untuk meningkatkan kemampuan peserta didik menganalisis dan memahami berbagai permasalah yang terjadi di suatu daerah ditinjau dari aspek pancagatra.

Dengan adanya program ini, Lemhannas RI berharap akan terciptanya kolaborasi dan semua kendala kebijakan dapat diselesaikan bersama-sama.

Dalam pertemuan tersebut, Prof. Tata membahas mengenai peran perguruan tinggi untuk pertahanan nasional. Berdasarkan analisis dari negara-negara maju, beliau mengatakan, kunci dari kemajuan negeri dan pertahanan nasional adalah sumber daya manusia yang dapat memberikan nilai tambah bagi sumber daya alam melalui ilmu dan teknologi.

Prof. Tata mengatakan, Indonesia memiliki persoalan dan solusi yang mungkin akan berbeda dengan negara lainnya. Oleh karena itu, perlu teknologi yang dibuat sendiri, salah satunya dengan cara kolaborasi. Selain itu, perumusan kebijakan harus konsisten dan melintasi batas periode pemerintahan, yang dijalani negara-negara Asia lainnya, seperti Jepang, Korea, dan Cina.

"Kalau kita ingin tumbuh sebagai negara yang maju, kita harus membuat ekosistem nasional, ada industri, iptek, keuangan dan bisnis, serta inovasi," ujarnya.

Adapun sejumlah kontribusi ITB bagi ketahanan nasional, seperti High Altitude Long Endurance Unmanned Aerial Vehicle (HALE UAV), yakni pesawat nirawak yang dirancang untuk misi surveillance dan komunikasi pada ketinggian 4.000-60.000 kaki di atas jalur penerbangan komersil; bahan bakar alternatif Katalis Merah Putih yang menjadi salah satu contoh riset yang sampai ke hilir; Aplikasi Desanesha yang dapat menjembatani komunikasi kepala desa di seluruh Indonesia dengan para pakar ITB terkait permasalahan yang dihadapi di desa terkait.

Terkait keamanan siber, di ITB terdapat fasilitas ITB-Korea Cyber Security Research and Development Center (CSC), yang merupakan gedung pusat keamanan dunia maya pertama di Indonesia, yang menjadi pusat untuk penelitian serta pengembangan dan inovasi atas solusi-solusi persoalan keamanan informasi di era siber. ITB pun memiliki program magister, salah satunya Design Leadership yang turut membantu pengembangan UMKM, juga Inkubator di Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) ITB yang juga membina UMKM.

Selain itu, alumni ITB pun turut berperan dalam bidang transportasi nasional dan berbagai bidang lainnya. Salah satunya Arvila Delitriana yang menjadi sosok penting dalam pembangunan jembatan lengkung LRT terpanjang di dunia.

#lemhannas #rektor #desanesha #tatacipta dirgantara